OJK Cabut Izin Usaha BPR Brata Nusantara


 Kewenangan Layanan Keuangan (OJK) mengambil izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Brata Nusantara. Izin usaha bank ini ditarik sesudah faksi bank tidak menghiraukan peringatan OJK untuk lakukan penyehatan perusahaan.

Keunggulan Ayam Great Brazilian

"Sesuai dengan Ketetapan Anggota Dewan Komisioner (KADK) Nomor KEP-141/D.03/2020 tanggal 30 September 2020 mengambil izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat Brata Nusantara," kata Kepala OJK Regional 2 Jawa Barat, Triana Gunawan, Rabu (30/9/2020).


Triana menerangkan awalnya OJK sudah memberi waktu buat pengurus serta pemegang saham untuk keluar dari posisi BPR Dalam Pemantauan Spesial (BDPK).


Tetapi kenyataannya pengurus serta pemegang saham tidak dapat lakukan usaha penyehatan yang diharap OJK.


BPR Brata Nusantara semenjak 6 Juli 2020 sudah diputuskan dalam BDPK. Faktanya rasio Keharusan Pengadaan Modal Minimal (KPMM) di bawah ketetapan OJK yang berlaku yakni minimal 12 %.


Situasi itu disebabkan kekurangan pengendalian oleh manajemen BPR Brata Nusantara. Mereka tidak memerhatikan konsep kehati-hatian serta pemenuhan azas perbankan yang sehat.


Seterusnya LPS akan jalankan peranan penjaminan serta lakukan proses likuidasi. OJK menyarankan beberapa nasabah BPR Brata Nusantara supaya masih tenang. Karena dana warga di perbankan termasuk juga BPR ditanggung LPS sesuai dengan ketetapan yang berlaku.


Kewenangan Layanan Keuangan (OJK) akan sesuaikan peraturan dengan ketentuan Perancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP).


"Memang sekarang ini RUU sedang diatur, kita sedang menanti RUU PDP, tetapi pada prinsipnya ketentuan kami tentu sesuaikan atau inline dengan ketentuan PDP," tutur Direktur Penataan Perizinan serta Pemantauan Fintech OJK Tris Yulianta diambil dari Di antara, Rabu (30/9/2020).


Menurut Tris, oleh karena itu dalam Ketentuan Kewenangan Layanan Keuangan (POJK) yang baru serta akan OJK mengeluarkan pembaruan dari POJK 77 Tahun 2016, OJK juga menimbang draft atau beberapa bahan RUU dimana bertepatan dari OJK ada juga sebagai panitia antar kementerian pengaturan RUU PDP.


"Dengan begitu kita akan sesuaikan dengan RUU PDP itu, serta ini juga telah masuk ke pembaruan POJK yang sedang kami godok. InsyaAllah akan sasaran mengeluarkan di akhir tahun ini atau awal tahun kedepan," tuturnya.


Dalam peluang sama, Ketua Umum Perkumpulan Fintech Permodalan Bersama-sama Indonesia (AFPI) dipilih periode 2020-2023, Adrian Gunadi memberikan dukungan Perancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang sedang diulas di DPR RI sekarang ini.


"Dalam ini AFPI tentu saja untuk industri dimana beberapa pelaksana ada di dunia digital, tentu saja kami benar-benar memberikan dukungan RUU PDP ini hingga ini memberi dasar hukum yang pasti berkaitan dengan azas perlindungan data pribadi," kata Adrian.


Menurutnya, ini benar-benar sangat erat hubungannya dengan dilaksanakan oleh beberapa pelaksana fintech lending yang berada di Indonesia. AFPI sendiri sebetulnya telah berjumpa dengan Komisi I DPR RI dalam Rapat Dengar Opini di bulan Agustus lantas dimana kami aktif memberi input.


"Bertepatan kami juga memberi input serta kami di AFPI sendiri tentu saja ini jadi salah satunya jadwal dari barisan kerja atau working grup, terkait dengan bagaimana kita dapat memberi input yang berkaitan bukan hanya dari RUU PDPnya tetapi penerapannya," kata Adrian Gunadi.


Ia menjelaskan, faktor penerapan ini penting mengingat tetap jadi pertanyaan sebab yang akan datang siapa yang akan lakukan penerapan Perancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) dan lain-lain, serta di sini AFPI akan banyak juga terjebak.


Postingan populer dari blog ini

that Israel was not responsible for the strike on the hospital.

If the insured experiences a loss which is potentially covered by the insurance policy,

How did we test the disinvestment claim?